Dalam beberapa tahun terakhir, kita semakin sering mendengar berita tentang data bocor di dark web, akun media sosial yang dipalsukan, hingga serangan siber yang menyerang berbagai perusahaan. Ancaman ini terasa makin dekat, seolah bisa menyasar siapa saja, kapan saja, tanpa pandang sektor.
Laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bahkan mencatat lebih dari 56 juta data Indonesia terekspos di dark web. Angka ini bukan hanya statistik, ini adalah potret nyata betapa banyak organisasi yang menghadapi kerentanan digital. Sektor pemerintahan menjadi yang paling terdampak, disusul sektor keuangan, TIK, dan industri lainnya.
Di antara seluruh sektor, industri keuangan berada di posisi yang lebih sensitif. Alasan utamanya sederhana: sektor ini memegang data yang sangat berharga. Ketika pelaku kejahatan digital berhasil mendapatkan data rekening, identitas nasabah, atau akses sistem internal, potensi kerugian bisa sangat besar.
Selain itu, layanan keuangan kini hampir sepenuhnya bergerak secara digital. Nasabah melakukan transaksi dari ponsel, mengakses layanan melalui internet banking, dan mengelola keuangan lewat aplikasi. Kemudahan ini membuka peluang lebih besar bagi serangan siber, mulai dari pencurian identitas, fraud, hingga penyusupan ke sistem internal.
Di titik ini, ancaman siber bukan sekadar risiko teknologi, tetapi juga ancaman terhadap kepercayaan nasabah dan stabilitas bisnis.
Di situasi yang semakin kompleks, perusahaan, baik dari sektor keuangan maupun industri lain tidak lagi cukup mengandalkan sistem keamanan dasar. Mereka membutuhkan pendekatan yang lebih proaktif untuk melihat ancaman lebih awal, bahkan sebelum insiden besar terjadi. Di sinilah peran Cyber Threat Intelligence Platform (CTIP) menjadi penting.
Alih-alih menunggu masalah muncul, CTIP membantu perusahaan “membaca” pola ancaman, mulai dari potensi data internal yang diperjualbelikan di dark web, percobaan phishing yang terorganisir, hingga berbagai aktivitas mencurigakan yang terlihat dari luar sistem.
Melalui inisght tersebut, perusahaan dapat mengambil langkah cepat untuk mengamankan sistem, memperbarui kredensial, memperingatkan tim internal, dan mencegah terjadinya serangan lanjutan.
CTIP dapat memantau dark web dan surface web yang biasanya digunakan pelaku kejahatan siber untuk memastikan tidak ada informasi internal yang tersebar tanpa diketahui. Dengan pengawasan ini, lembaga keuangan dapat mengetahui lebih awal jika ada indikasi kebocoran data sehingga dapat mengambil langkah pencegahan sebelum risiko berkembang.
Begitu platform mendeteksi aktivitas mencurigakan seperti percobaan penyusupan, penyalahgunaan kredensial, atau indikasi serangan terkoordinasi, CTIP akan mengirimkan peringatan secara real-time. Notifikasi cepat ini membantu tim keamanan merespons dengan segera sehingga potensi kerugian dapat ditekan sebelum menjadi insiden besar.
CTIP memberikan visibilitas yang lebih dalam terhadap cara kerja para penyerang. Dengan memahami taktik, teknik, dan strategi yang digunakan pelaku, lembaga keuangan dapat menyesuaikan strategi pertahanan mereka agar lebih efektif. Insight ini juga membantu perusahaan mengantisipasi jenis ancaman baru yang mungkin muncul.
Dengan informasi intelijen yang lebih lengkap dan akurat, lembaga keuangan dapat lebih cepat mengidentifikasi berbagai aktivitas tidak wajar, mulai dari transaksi mencurigakan hingga upaya akses ilegal. Kemampuan ini memperkuat sistem deteksi fraud dan membantu mencegah kerugian finansial maupun operasional yang lebih besar.
Di era digital, keamanan adalah fondasi kepercayaan. Ketika serangan siber semakin canggih dan kebocoran data terus meningkat, perusahaan tidak lagi bisa bersikap reaktif.
Dengan dukungan Cyber Threat Intelligence Platform (CTIP), perusahaan terutama sektor keuangan yang memegang data paling sensitif dapat melindungi diri secara lebih proaktif, memahami ancaman lebih dalam, dan menjaga kepercayaan pelanggan yang menjadi inti dari keberlangsungan bisnis.